Selasa, 02 Desember 2008

kata kata hikmah

Hidup adalah naungan hidayah, iman, istiqomah dalam menjalankan perintah Allah, mengendalikan hawa nafsu, melawan bisikan syaithan dan menjauhi kekufuran, kefasikan serta kemaksiatan ( Batsinah Al 'Iraqi )


Ibu melahirkan kita sambil menangis kesakitan. Masihkah Kita menyakitkan-nya? Masih mampukah kita tertawa melihat penderitaan-nya? Mencaki maki-nya? Melawan-nya? Memukul-nya? Mengacuhkan-nya? Meninggalkan-nya? Ibu tidak pernah mengeluh membersihkan kotoran kita waktu masih kecil, Memberikan ASI waktu kita bayi, Mencuci celana kotor kita, Menahan derita, Menggendong kita sendirian. SADARILAH bahwa di Dunia ini ga da 1 orang pun yang mau mati demi IBU, tetapi..... Beliau justru satu-satunya orang yang bersedia mati untuk melahirkan kita....


Kebahagiaan itu letaknya di hati yang mampu menyukuri seluruh nikmat yang Allah berikan. Pada jiwa yang senantiasa mendambakan keridhaan Allah. Pada pikiran yang senantiasa tersibghah dalam kebenaran. Kebahagiaan itu bersumber dari keimanan yang mendalam, ketundukkan yang tulus atas ketentuan Allah, kelapangan hati dalam menerima perintah dan laranganNya. (Cahyadi Takariawan, Di Jalan Dakwah Aku Menikah)


" Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu} dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia." " Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan besar." "Dan jika mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Fushshilat : 34-36)


Perlakukan orang baik dan tidak baik dengan kebaikan. Dengan itu kebaikan sejati teraih. Bersikap jujurlah pada orang jujur dan tidak jujur. Dengan ini kejujuran sejati terengkuh

7 Habits Islamy

Bismillaahirrohmaanirrohiim..


7 Habit Islamy ini, diambil dari sebuah buku, dengan judul yang sama, tapi ana lupa pengarangnya (cuma liat sekilas aja di toko buku samping Al Hikmah --jujur on-- belum sempet beli (^_^) v...)

7 Habit ini, diambil dari surah Al Fatihah, dengan permulaan ayat pertama dari basmalah.. langsung ana terjemahkan arti dan maknanya dalam 7 keseharian kita saja ya...oya rumus formulanya adalah B 5 KB

1. Dengan Nama Alloh Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang
( maknanya : basmillah (mengucap bismillah) dalam setiap melakukan sesuatu )


2. Segala Puji Hanya Bagi Alloh
( maknanya : bersyukur atas apapun yang Alloh beri)


3. Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang
( maknanya : Berhusnuzhon akan Alloh)


4. Yang Menguasai hari pembalasan
( maknanya : Berorientasi pada hari akhir)


5. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah, dan hanya kepada Engkaulah
kami memohon pertolongan
( maknanya : Berdo'alah selalu kepada Alloh)


6. Tunjukilah kami jalan yang lurus
( maknanya : Konsisten terhadap jalan yang lurus)


7. Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan
jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat
( maknanya : Becermin kepada orang orang yang telah Alloh beri nikmat kepada
mereka (salafus shalih), dan becermin pula dari orang orang yang sesat, agar
kita tak terjerumus seperti mereka )


demikian 7 habits islamy nya, mohon maaf jika ada yg terlupa dan salah.... semoga manfaat, do'akan bisa beli buku nya bulan ini..biar bisa di share...







---ba'da pulang kuliah---
ketika melihat nilai A di papan pengumuman, dan sabit serta bintang pun, tersenyum untuk ku
(^-^)/
dan aku, tetap membersamai.......

Sabtu, 22 November 2008

Kepasrahan atas keyakinan diri

Selalu aku bertanya kepada hati
Akan kemana kaki di ayunkan?
Akan kemana pikiran diperdebatkan?
Akan kemana rasa dilabuhkan?

Setiap perguliran waktu
Terus ku hitung satu persatu
Lima tahun….. tujuh belas tahun ……..
Dua puluh tahun ….. dua puluh lima tahun…..

Selalu aku bertanya kepada hati
Tentang sabda sang waktu
Yang telah membatasi
Mengikatku
Menuntut jawaban atas sikap…… perbuatan…… ucapan
Dan membuahkan keyakinan … atas kejujuran
Hingga…..
Saat itu tiba
Telah ada seseorang yang meminta
Untuk berbagi dengannya

Karena…
Bila aku terluka…. Ia yang akan mengobati
Jika aku sedih….. ia yang menghibur
Saat aku bahagia….. ia yang merasa lega
Ketika aku membutuhkannya….. ia setia mendampingi
Selalu aku bertanya kepada hati
Apa lagi yang hendak dicari?
Telah ada seseorang disamping ku kini
Walau terkadang….
Hati ini sering saja ragu

Siapkah menghadapi semua perubahan
Pada diriku…. Pada dirinya
Yang bisa membuatku bertanya-tanya
Dulu dia sayang…. Sekarang kenapa mulai berkurang
Dulu dia baik….. sekarang kok jadi terbalik?
Dulu dia ramah…. Sekarang mengapa ketus penuh amarah ?

Namun…..
Aku tidak ingin terus ragu tanpa alasan yang jelas
Hanya membuat otak terus menari-nari
Cuma membuat nafsu makan tak mau kompromi

Dibalik semua itu
Telah kupasrahkan segalanya
Pilihanku….. keinginanku…. Hatiku
Bukan kepasrahan tanpa alasan, tanpa perhitungan
Tetapi…
Kepasrahan atas keyakinan diri
Yang menerangi relung-relung hati
Sinar yang datang dari cahaya Illahi……



(dari bukunya temen)
copas

Rabu, 19 November 2008

Andai

Andai kaum adam tahu
Bahwa jiwa tak semudahnya dijaga
Bahwa hati sebegitu mudahnya terkotori
Maka tentu ia akan memilih langkah
Maka pasti ia akan menjaga kata
Dari segala sesuatu yang dengan gampangnya menodai

Andai kaum adam tahu
Bahwa hawa begitu beratnya menahan rasa
Bahwa hawa begitu kuatnya menunggu waktu
Bahwa hawa begitu kerasnya menjaga diri
Dari segala sesuatu yang mampu melenakan
Maka tentu adam akan berbuat dengan lebih santun
Memandang dengan lebih arif
Dari segala sesuatu yang dengan gampangnya merusak diri

Andai Kaum adam tahu
Bahwa hawa dengan mudahnya mampu menjadi fitnah
Bahwa hawa dengan santainya mampu menggoda
Maka Tentu adam akan lebih berhati hati bergaul dengan hawa
Maka Tentu adam akan lebih menjaga diri dari interaksi lebih terhadapnya
Agar tak terjerumus mereka ke dalam lingkar syaithon

Wahai kaum adam
Padamu Alloh titipkan amanah untuk menjadi qawwam
Dari shulbi sebelah kirimu lah aku tercipta
Maka jagalah aku dengan sebaik-baik penjagaan mu
Lindungilah aku, dengan sebaik-baik perlindungan mu

Ingatlah !!!
Aku adalah shulbi yang lemah
Jika kau biarkan aku melangkah sendiri…
maka tak akan pernah bisa aku beranjak lurus
Dan jika kau keraskan laku mu terhadap ku,
maka jangan menyesal jika kelak aku patah


Wahai kaum adam
Sungguh engkaulah sang pemimpin itu
Engkaulah yang diamanahi Alloh untuk membimbingku
Maka jangan biarkan aku,
seorang teman yang memang sudah Alloh ciptakan untuk mu
Hanya berjalan dalam pengetahuanku, melangkah tanpa nahkoda mu

Ukhty mu
7 November 2008 : 14. 45

Sabtu, 25 Oktober 2008

salam dari ana



Ketika sebuah cahaya hidayah hadir, ana berharap agar cahaya ini terus menerus ada dalam relung qalbu terdalam. Berharap agar setiap kata yang dilihat, setiap apa yang ditulis, setiap apa yang dirasakan dari ruang ini, mampu memberi hikmah dalam mengarungi perjalanan hidup yang penuh dengan rahasia Indah dari Alloh.


Jadi..jangan ragu untuk menulis. Karena setiap kita akan pergi, dan disaat kita pergi, tinggalkan pesan-pesan berharga untuk orang-orang yang kita cintai.


Semoga Alloh ridhoi, apa-apa yang kita niatkan.. Mohon maaf, jika kelak, ana akan sangat jarang sekali memposting di blog ini. Bukan muncul keengganan, insyaAlloh, dimanapun ana berada, tuts-tuts ini tetap menghentak, untuk mewakili setiap rasa yang muncul dalam kehidupan ana. Adalah koneksi ana di dunia maya, kini mulai dibatasi, (“,), tapi jangan khawatir...jika muncul sebuah kesempatan, akan ana posting, tiap kata yang memang telah ana siapkan untuk dibagi dengan kalian semua.



Salam ukhuwah…


Ukhtukum fillah


Nia Al Akhfiya'

Kata

Ahad, 19 Oktober 2008


Sebuah kata yang tersusun dalam rangkaian kalimat, mungkin senantiasa kita luncurkan setiap harinya dalam kehidupan kita. Entah itu, kata-kata hikmah, candaan, teguran, atau bahkan mungkin cacian bahkan makian.


Kata. Sungguh jika ia bisa bicara, tentu ia ingin agar setiap ekstase yang dihasilkan dari tiap sumbangannya, adalah menjadi sebuah kalimat yang penuh dengan makna. Pun jika ia tak sepenuhnya bemakna, tapi sudah tentu, ia ingin agar jangan sampai, sumbangsihnya dalam susunan kalimat, tak menjadikan telinga orang-orang yang mendengarnya menjadi enggan, muak atau bahkan sampai pada proses kemarahan yang sangat.


Adalah kata, ia hanya merupakan hanya sebuah alat, hanyalah sebuah sarana untuk menyampaikan apa yang kita rasa, apa yang kita inginkan dan harapkan dari orang yang mendengarnya. Maka kita lah penentunya, kitalah yang bisa menggunakan, mengarahkan, akan dibawa kemana kata-kata itu akan diluncurkan. Ke sebuah lembah yang berujung kebahagiaan bagi orang lain, atau berakhir pada kebencian yang tersulut tanpa bisa dipadamkan bara kemarahannya.


Wallohu a’lam


(sebuah catatan ketika ada di kursi MGI bandung-Depok,)

saat supir MGI sedang beradu mulut dgn supir angkot Depok

Rabu, 15 Oktober 2008

Award lagi award lagi... (^_^)

alhamdulillah...


Sepagi ini, ana dikasih award lagi. Terimakasih untuk iam yang selalu rajin memberikan award, dan tahu..? posisi ana menerima award, ditempatkan pada urutan pertama.

Duh, jadi tambah seneng. Biasanya kan, ana selalu ditempatkan diposisi kedua.hehe..

Kalo boleh terus terang dan terang terus (iklan on blogspot) awardnya ada 5, tapi..berhubung award yang satu, ada gambar akhwat ga pake jilbabnya,,hummm,,,, ana masih ragu menampilkan. hehe. Nunggu keputusan dari MIQ (My Inside Qalbu) dulu.

gayanya.....(^_^)/

tapi sekali lagi.....

Syukron terimakasih xie xie arigato untuk iam...

Senin, 13 Oktober 2008

Ingin ku, ingin mu, ingin kita



Sunnatullah, tatkala ada pertemuan maka pasti ada perpisahan. Saat ada kebaikan, maka disisinya, juga pasti selalu membayangi kejahatan. Karena begitulah sebuah keseimbangan(tawazun) yang memang telah ditetapkan oleh Alloh.

Apalah gunanya keindahan terang rembulan, jika gelap malam tak menghiasi?, apalah guna rintik hujan, jika panas matahari tak menyelimuti?.

Maka biarkan saja, nikmati saja....
Setiap kejutan kejutan kecil, yang memang sudah Alloh ciptakan untuk kita. Biarlah goresan goresan itu tetap ada. Biarkan suka itu datang, duka itu mengikuti. Karena inilah metamorfosa hidup yang sesungguhnya.

Bersabarlah akan ketetapan yang telah Alloh hadirkan untuk kita. Walau kalaulah boleh berucap jujur, ingin ku dan ingin mu, ingin kita, tak kan pernah ada sebuah kata bernama "perpisahan" dalam setiap momentum bernama "pertemuan" yang kita temui. (",)

yang tercinta...
Percayalah..
Bahwa Alloh hanya inginkan yang terbaik untuk kita, bahwa Alloh telah mempersiapkah hadiah untuk kita di syurgaNya kelak...

yang tercinta...
Biarkan perpisahan ini tetap ada, biarkan ia menjadi bumbu yang bernama "rindu", biarkan ia menjadi kasih sayang yang selamanya akan selalu bertumpuk. Agar kelak, saat kita bertemu lagi, akan terucap sebuah kalimat "akhukum fillah, uhubbukum fillah wa lillaah...."

Karena ingin ku, ingin mu, ingin kita,
tak selamanya menjadi keinginan Alloh....


(^_^)/

ukhty mu


--mencoba merangkai senyum, ditengah airmata--

Arti cinta


Terlalu banyak yang mendefinisi, bahwa cinta haruslah saling bertimpal balik. Bahwa jika kita punya cinta seluas samudra untuk orang yang dicintai, maka orang yang dicintai juga harus siap menyediakan cinta dengan volume yang sama atau bahkan lebih.

Padahal sejatinya cinta adalah, ketika kita bisa memberikan kebahagiaan bagi orang yang dicintai, bukan berharap menerima kebahagiaan dari orang yang dicintai.

Cinta adalah bagaimana kita belajar memahami orang yang kita cintai, bukan bagaimana kita berharap dipahami oleh orang yang kita cintai.

Cinta adalah, bagaimana kita tetap memposisikan cinta kepada Alloh dan Rasul Nya, diatas apapun yang kita cintai. Bukan lantas merubah posisi cinta kepada Alloh dan Rasul Nya, tatkala kita sudah di izinkan Alloh menemukan sulbi pasangan kita.

Sepedih pedihnya luka yang dibuat oleh orang yang kita cintai, masih lebih indah, ketimbang luka yang dibuat oleh orang-orang yang kita benci.

Ingatlah... Cintai seseorang itu biasa saja, karena boleh jadi, suatu saat ia akan menjadi orang yang engkau benci. Dan bencilah seseorang biasa saja, karena bolehlah jadi, suatu saat ia akan menjadi orang yang engkau cintai.


(catatan ketika dibanjarnegara)

Ahad 5 Oktober 2008, 20.00

Kamis, 09 Oktober 2008

keistimewaan bulan syawal


Memasuki Ramadhan, biasanya kita mengucapkan Marhaban Ya Ramadhan! Tapi untuk bulan Syawal, tidak pernah kita mendengar orang mengucapkan Marhaban Ya Syawal! Padahal, Syawal juga bulan istimewa dan memiliki keutamaan. Inilah beberapa keistimewaan bulan Syawal.

SETELAH melewati bulan Ramadhan, kita memasuki bulan Syawal, bulan kesepuluh dalam penanggalan hijriyah. Nyaris tidak ada penyambutan terhadap datangnya bulan syawal. Berbeda dengan ketika menyambut Ramadhan, biasanya kita mengucapkan Marhaban Ya Ramadhan! Tapi untuk bulan Syawal, tidak pernah kita mendengar orang mengucapkan Marhaban Ya Syawal!

Padahal, Syawal juga bulan istimewa dan memiliki keutamaan. Inilah beberapa keistimewaan bulan Syawal.

Bulan Kembali ke Fitrah

Syawal adalah bulan kembalinya umat Islam kepada fitrahnya, diampuni semua dosanya, setelah melakukan ibadah Ramadhan sebulan penuh. Paling tidak, tanggal 1 Syawal umat Islam “kembali makan pagi” dan diharamkan berpuasa pada hari itu.

Ketibaan Syawal membawa kemenangan bagi mereka yang berjaya menjalani ibadah puasa sepanjang Ramadan. Ia merupakan lambang kemenangan umat Islam hasil dari "peperangan" menentang musuh dalam jiwa yang terbesar, yaitu hawa nafsu.

Bulan Takbir

Tanggal 1 Syawal, Idul Fitri, seluruh umat Islam di berbagai belahan mengumandangkan takbir. Maka, bulan Syawal pun merupakan bulan dikumandangkannya takbir oleh seluruh umat Islam secara serentak, paling tidak satu malam, yakni begitu malam memasuki tanggal 1 Syawal alias Malam Takbiran, menjelang Shalat Idul Fitri.

Kumandang takbir merupakan ungkapan rasa syukur atas keberhasilan ibadah Ramadhan selama sebulan penuh. Kemenangan yang diraih itu tidak akan tercapai, kecuali dengan pertolongan-Nya. Maka umat Islam pun memperbanyakkan dzikir, takbir, tahmid, dan tasbih. “"Dan agar kamu membesarkan Allah atas apa-apa yang telah Ia memberi petunjuk kepada kamu, dan agar kamu bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah diberikan" (QS. Al-Baqarah: 185).

Bulan Silaturahmi

Dibandingkan bulan-bulan lainnya, pada bulan inilah umat Islam sangat banyak melakukan amaliah silaturahmi, mulai mudik ke kampung halaman, saling bermaafan dengan teman atau tetangga, hala bihalal, kirim SMS dan telepon, dan sebagainya. Betapa Syawal pun menjadi bulan penuh berkah, rahmat, dan ampunan Allah karena umat Islam menguatkan tali silaturahmi dan ukhuwah Islamiyah.

Bulan Ceria

Syawal adalah bulan penuh ceria. Di Indonesia bahkan identik dengan hal yang serba baru –baju baru, sepatu baru, perabot rumah tangga baru, dan lain-lain. Orang-orang bersuka cita, bersalaman, berpelukan, bertangis bahagia, mengucap syukur yang agung, meminta maaf, memaafkan yang bersalah.

Begitu banyak doa terlempar di udara. Begitu banyak cinta kasih saling diberikan antar seluruh umat manusia. Aura maaf tersebar di seluruh penjuru bumi, nuansa peleburan dosa, nuansa pencarian makna baru dalam hidup.

Puasa Satu Tahun

Amaliah yang ditentukan Rasulullah Saw pada bulan Syawal adalah puasa sunah selama enam hari, sebagai kelanjutan puasa Ramadhan.

“Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan lalu diiringinya dengan puasa enam hari bulan Syawal, berarti ia telah berpuasa setahun penuh” (H.R Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah)

“Allah telah melipatgandakan setiap kebaikan dengan sepuluh kali lipat. Puasa bulan Ramadhan setara dengan berpuasa sebanyak sepuluh bulan. Dan puasa enam hari bulan Syawal yang menggenapkannya satu tahun” (HR An-Nasa’i dan Ibnu Majah dan dicantumkan dalam Shahih At-Targhib).

Bulan Nikah

Syawal adalah bulan yang baik untuk menikah. Hal ini sekaligus mendobrak khurafat, yakni pemikiran dan tradisi jahiliyah yang tidak mau melakukan pernikahan pada bulan Syawal karena takut terjadi malapetaka.

Budaya jahiliyah itu muncul disebabkan pada suatu tahun, tepatnya bulan Syawal, Allah Swt menurunkan wabah penyakit, sehingga banyak orang mati termasuk beberapa pasangan pengantin. Maka sejak itu, a kaum jahiliah tidak mau melangsungkan pernikahan pada bulan Syawal.

Khurafat itu didobrak oleh Islam. Rasulullah Saw menunjukkan sendiri bahwa bulan Syawal baik untuk menikah. Siti Aisyah menegaskan: “Rasulullah SAW menikahi saya pada bulan Syawal, berkumpul (membina rumah tangga) dengan saya pada bulan Syawal, maka siapakah dari isteri beliau yang lebih beruntung daripada saya?”. Selain dengan Siti Aisyah, Rasul juga menikahi Ummu Salamah juga pada bulan Syawal.

Menurut Imam An-Nawawi, hadits tersebut berisi anjuran menikah pada bulan Syawal. ‘Aisyah bermaksud, dengan ucapannya ini, untuk menolak tradisi jahiliah dan anggapan mereka bahwa menikah pada bulan Syawal tidak baik.

Bulan Peningkatan

Inilah keistimewaan bulan Syawal yang paling utama. Syawal adalah bulan “peningkatan” kualitas dan kuantitas ibadah. Syawal sendiri, secara harfiyah, artinya “peningkatan”, yakni peningkatan ibadah sebagai hasil training selama bulan Ramadhan. Umat Islam diharapkan mampu meningkatkan amal kebaikannya pada bulan ini, bukannya malah menurun atau kembali ke “watak” semula yang jauh dari Islam. Na’udzubillah.

Bulan Pembuktian Takwa

Inilah makna terpenting bulan Syawal. Setelah Ramadhan berlalu, pada bulan Syawal-lah “pembuktian” berhasil-tidaknya ibadah Ramadhan, utamanya puasa, yang bertujuan meraih derajat takwa.

Jika tujuan itu tercapai, sudah tentu seorang Muslim menjadi lebih baik kehidupannya, lebih saleh perbuatannya, lebih dermawan, lebih bermanfaat bagi sesama, lebih khusyu’ ibadahnya, dan seterusnya. Paling tidak, semangat beribadah dan dakwah tidak menurun setelah Ramadhan. Wallahu a’lam.


www.myquran.org

Jumat, 26 September 2008

Ketika maaf terucap...


Bismillahirrohmaanirrohiim…

Saudara-saudari ku, yang disayangi Alloh

Jika hari ini aku terlalu gembira,

Sadarkan lah aku dengan larangan Alloh.


Jika ku bersedih tanpa kata,

Bujuklah aku dengan tarbiyah dari Sang Pencipta

Jika aku lemah tak berdaya,

Ingatkanlah aku dengan kehebatan syurga.


Jika diantara kita ada tembok yang memisahkan,

Ajak aku untuk merobohkannya segera.

Jika pernah hatimu terluka karena aku,

Katakanlah pada ku agar aku berubah.


Dan jika esok aku terlena dan tak terjaga,

Iringkanlah lena ku dengan alunan do’a tulus mu.


Berjanjilah….


Ukhuwah ini hanya karena Alloh…

Bertemu karena Alloh

Berpisah karena Alloh


Jika suatu saat, kita tak lagi berjumpa

Do’akan aku dalam tiap-tiap sujud mu

Agar kelak

Kita bertemu di syurgaNya

Berdampingan.


Taqobbalallohu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum

Maafkan kan khilaf ku, zhahir dan bathin ya…

Semoga madrasah ramadhan,

menjadikan kita insan muttaqin, dibulan bulan selanjutnya…

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1429 H

( Nia & Keluarga )

Selasa, 23 September 2008

Ketika cinta hadir,,,,


Suatu hari Fatimah binti Rasulullah Saw, berkata kepada Sayidina Ali, suaminya.

"Wahai kekasihku, sesunguhnya aku pernah menyukai seorang pemuda ketika aku masih gadis dulu."

"O ya," tanggap Sayidina Ali dengan wajah sedikit memerah. "Siapakah lelaki terhormat itu, dinda?"

"Lelaki itu adalah engkau, sayangku," jawabnya sambil tersipu, membuat sayidina Ali tersenyum dan semakin mencintai isterinya.

Percakapan romantis Siti Fatimah dengan Sayidina Ali di atas mungkin sudah menjadi hal biasa bagi para suami isteri. Tetapi tidak bagi mereka yang belum menikah. Percakapan-percakap an romantis yang sering ditemukan dalam buku-buku pernikahan itu sungguh sangat imajinatif bagi para lajang yang sudah merindukan pernikahan, sekaligus juga misteri, apakah ia bisa seromantis Siti Fatimah dan Sayidina Ali?

Alangkah bahagianya, seorang pemuda yang sejak lama memimpikan obrolan-obrolan romantis akhirnya sampai di terminal harapan, sebuah pernikahan suci. Apa yang selama ini menjadi imajinasinya saat itu akan ia ungkapkan kepada isterinya. "Wahai kekasihku, ada satu kata yang dari dulu terpenjara di hatiku dan ingin sekali kukatakan kepadamu, aku mencintaimu. "

Tetapi, kebahagiaan ini hanya milik mereka yang telah dikaruniai kemampuan untuk mengikat perjanjian yang berat (mitsaqan ghalidha), pernikahan itu. Bagi mereka yang masih harus melajang, semuanya masih hanya mimpi yang terus menggoda.

Terkadang, ada pemuda yang tidak kuat melawan godaan imajinasinya. Keinginan untuk mengungkapkan cinta itu tiba-tiba sangat besar sekali. Tetapi kepada siapa perasaan itu harus diungkapkan? Sementara isteri belum punya, kekasih pun tidak ada. Karena kata pacaran sudah lama dihapus dalam kamus remajanya. Tapi, dorongan itu begitu besar, begitu dahsyat.

Awalnya, kuat. Sampai tibalah sebuah perjumpaan. Sebuah rapat koordinasi di organisasi kemahasiswaan atau dalam tugas kelompok dari sekolah telah mempertemukan dua pesona. Imajinasi itu kembali menari-nari.

"Nampaknya, dibalik jilbabnya yang rapi ia adalah gadis yang kuimpikan selama ini."

"Oh, ketegasannya sesuai dengan penampilannya yang kalem, dia mungkin yang kuharapkan."

Dan cinta itu hadir.

Tetapi, sudahkah saatnya cinta itu diucapkan? Padahal mengikat perjanjian yang berat belum sanggup dilakukan. Lalu apa yang harus dilakukan ketika dorongan untuk mengatakan perasaan semkain besar, teramat besar? Hingga perjumpaan dengannya jadi begitu mengasyikkan; menerima sms-nya menjadi kebahagiaan; berbincang dengannya menjadi kenikmatan; berpisah dengannya menjadi sebuah keberatan; ketidakhadirannya adalah rasa kehilangan.

Indah. Tapi ini adalah musibah! Interaksi muslim dan muslimah yang semakin longgar telah menggiring mereka kepada dua dinding dilema yang semakin menyempit dan begitu menekan. Cinta terlanjur hadir. Meski indah tapi bermasalah. Mau menikah, persiapan belum cukup atau kondisi belum mendukung. Menunggu pernikahan, seminggu saja serasa setahun. Melepaskan dan memutuskan komunikasi, cinta terlanjur bersemi. Menjalani interaksi seperti biasa, semuanya membuat hati semakin merasa bersalah.

Apa yang bisa dijadikan solusi? Jawabannya akan sangat panjang lebar jika yang dijadikan landasan adalah realita dan logika. Tetapi, marilah kita bicara dengan nurani dan keimanan, agar semua bisa terselesaikan dengan cepat dan tuntas.

Tanyakan kepada nurani tentang keimanan yang bersemayam di dalamnya? Masihkah memiliki kekuatan untuk mempertahankan Allah sebagai nomor satu dan satu-satunya? Dengan kekuatan iman, cinta kepada Allah bisa mengeliminir cinta kepada seseorang yang telah menjauhkan dari keridhaan-Nya. Cinta macam apa yang menjauhkan diri dari keridhaan Allah? Untuk apa mempertahankan cinta yang akhirnya membuahkan benci Dzat yang sangat kita harapkan cinta-Nya?

Tanyakan pada keimanan dan nurani, siapa yang lebih dicintai, Allah ataukah "dia"?

"Qul Aamantu Billahi tsummastaqim! " (al-Hadits)

Wallahu a'lam.

Kamis, 18 September 2008

and the winner is.....

bismillaahirrohmaanirrohiim...

Mau senyum dulu semanis manisnya...(^_^)...,,,padahal baru aja sampe dari Muamalat, ngurus kerjaan yang dari kemarin sampai mengorbankan jam kuliah...terasa betul lelahnya. Dan saat tiba di kantor, nyalain kompi, dan tebak apa yang ku dapatkan..??

pertama...ana dikasih tag ramadhan...



kemudian,,, dikasih award juga nih..,,duh jadi kaya mimpi deh,,hehe. syukron ya buat iam, yang sudah memberikan award pertama untuk blog ini. Sebenernya mau memberikan ucapan terimakasih untuk orang-orang tercinta, tapi kayaknya ga usah deh...bisa bisa, disuruh turun sebelum nerima award...hohohoho...eiya, mau lihat awardnya kaya apa??,, tuh dia....


tapi katanya, awardnya harus dibagi2 yah,,humm,, ana mesti bagi ke siapa yak??..berhubung belum banyak teman yang ana dapat disini (liat aja tuh link nya,,masih sedikit kan ..hehehe)..

well,, award ini akan juga ana berikan untuk, orang-orang yang pernah mengisi di sudut ruang blog ini...

1. bunda dan ulya (makasi untuk cerita-cerita yang menginspirasi)
2. mba nur (diambil ya mba,,hadiahnya ^_^ )
3. argi(soon, akan segera dibuka CNN hehe)

sebenernya mau ditulis lagi yang lain,,,, humm,, nanti klo ada yg berminat,,bilang aja yah, nanti ana kasih (^_^), mau dikasih semua, takut ada yg ga berkenan...

yuk...ah....diambil yah hadiahnya. jangan lupa, pajak ditanggung pemenang..hehe..


--menunggu waktu ku--

Rabu, 17 September 2008

i'tikaf



alhikmah-online| Makna I'tikaf secara harfiyah, I'tikaf adalah tinggal di suatu tempat untuk melakukan sesuatu yang baik. Dengan demikian, I'tikaf adalah tinggal atau menetap di dalam masjid dengan niat beribadah guna mendekatkan diri kepada Allah Swt. Penggunaan kata I'tikaf di dalam Al-Qur'an terdapat pada firman Allah Swt: ”Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf di dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat ayat-Nya kepada manusia supaya mereka bertaqwa (QS 2:187).

Di dalam Islam, seseorang bisa beri'tikaf di masjid kapan saja, namun dalam konteks bulan Ramadhan, maka dalam kehidupan Rasulullah Saw, I'tikaf itu dilakukan selama sepuluh hari terakhir. Diantara rangkaian ibadah dalam bulan suci Ramadhan yang sangat dipelihara sekaligus diperintahkan (dianjurkan) oleh Rasulullah SAW adalah I'tikaf. I'tikaf merupakan sarana muhasabah dan kontemplasi yang efektif bagi muslim dalam memelihara dan meningkatkan keislamannya, khususnya dalam era globalisasi, materialisasi dan informasi kontemporer.

Hukum I'tikaf

Para ulama telah berijma' bahwa I'tikaf khususnya 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan merupakan suatu ibadah yang disyariatkan dan disunnahkan. Rasulullah SAW sendiri senantiasa beri'tikaf pada bulan Ramadhan selama 10 hari. Aisyah, Ibnu Umar dan Anas Radliallahu 'Anhum meriwayatkan :' Rasulullah SAW selalu beri'tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan '' (HR. Bukhori dan Muslim).

Hal ini dilakukan oleh beliau hingga wafat, bahkan pada tahun wafatnya beliau beri'tikaf selama 20 hari. Demikian pula halnya dengan para shahabat dan istri Rasulullah Saw senantiasa melaksanakan ibadah yang amat agung ini. Imam Ahmad berkata :''Sepengetahuan saya tidak ada seorangpun dari ulama yang mengatakan bahwa I'tikaf itu bukan sunnah''.

Keutamaan Dan Tujuan I'tikaf

Abu Daud pernah bertanya kepada Imam Ahmad: Tahukah anda hadits yang menunjukkan keutamaan I'tikaf ? Ahmad menjawab: tidak, kecuali hadits yang lemah. Namun demikian tidaklah mengurangi nilai ibadah I'tikaf itu sendiri sebagai taqorrub kepada Allah SWT. Dan cukuplah keutamaannya bahwa Rasulullah, para Shahabat, para Istri Rasulullah SAW dan para ulama salafusholeh senantiasa melakukan ibadah ini. I'tikaf disyariatkan dalam rangka mensucikan hati dengan berkonsentrasi semaksimal mungkin dalam beribadah dan bertaqorrub kepada Allah pada waktu yang terbatas tetapi teramat tinggi nilainya. Jauh dari ritunitas kehidupan dunia, dengan berserah diri sepenuhnya kepada Sang Kholiq (Pencipta). Bermunajat sambil berdo'a dan beristighfar kepadaNya sehingga saat kembali lagi dalam aktivitas keseharian dapat dijalani secara lebih berkualitas dan berarti. Ibnu Qoyyim berkata : I'tikaf disyariatkan dengan tujuan agar hati beri'tikaf dan bersimpuh dihadapan Allah, berkhalwat denganNya, serta memutuskan hubungan sementara dengan sesama makhluk dan berkonsentrasi sepenuhnya kepada Allah.

Macam macam I'tikaf

I'tikaf yang disyariatkan ada dua macam :

1. I'tikaf sunnah yaitu I'tikaf yang dilakukan secara sukarela, semata mata untuk bertaqorrub kepada Allah, seperti I'tikaf 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan.
2. I'tikaf wajib yaitu yang didahului dengan nadzar atau janji, seperti ucapan seseorang "kalau Allah ta'ala menyembuhkan penyakitku ini, maka aku akan beri'tikaf di masjid selama tiga hari", maka I'tikaf tiga hari itu menjadi wajib hukumnya.

Waktu I'tikaf

Untuk I'tikaf wajib tergantung pada berapa lama waktu yang dinadzarkan,

sedangkan I'tikaf sunnah tidak ada batasan waktu tertentu. Kapan saja, pada malam atau siang hari, waktunya bisa lama dan juga bisa singkat, minimal dalam madzhab Hanafi : sekejab tanpa batas waktu tertentu, sekedar berdiam diri dengan niat. Atau dalam madzhab Syafi'I : sesaat atau sejenak (yang penting bisa dikatakan berdiam diri), dan dalam madzhab Hambali, satu jam saja. Terlepas dari perbedaan pendapat ulama tadi, waktu I'tikaf yang paling afdhal pada bulan Ramadhan ialah sebagaimana dipratekkan langsung oleh BagindaNabi SAW yaitu 10 hari terakhir bulan Ramadhan.

Tempat I'tikaf

Ahli fiqh berbeda pendapat tentang tempat yang boleh dijadikan untuk I'tikaf,
Abu Hanifah dan Ahmad berpendapat bahwa I'tikaf harus dilakukan di masjid yang
selalu digunakan untuk shalat berjama'ah, sedangkan Malik dan Syafi'i berpendapat
bahwa I'tikaf boleh dilakukan dimasjid manapun baik yang digunakan untuk
shalat berjama'ah ataupun tidak, sedangkan pengikut syafi'iyah berpendapat bahwa sebaiknya I'tikaf itu dilakukan dimasjid jami' yang biasa digunakan untuk shalat jum'at, agar ia tidak perlu keluar masjid ketika mau melakukan shalat jum'at, dan lebih afdhol lagi bila I'tikaf itu dilaksanakan di salah satu dari tiga masjid; masjid al haram, masjid Nabawi atau masjid Aqsho. (lihat: Al Mughni 4/462, Fiqh Sunnah1/402).

Syarat syarat I'tikaf
Orang yang I'tikaf harus memenuhi kriteria kriteria sebagai berikut:
1. Muslim
2. Ber-akal
3. Suci dari janabah (junub), haidh dan nifas
Oleh karena itu I'tikaf tidak sah dilakukan oleh orang kafir,anak yang belum mumaiyiz (mampu membedakan), orang junub, wanita haidh dan nifas.

Rukun I'tikaf

1. Niat yang ikhlas, hal ini karena semua amal sangat tergantung pada niatnya.
2. Berdiam di masjid (QS Al-Baqarah : 187)


Awal Dan Akhir I'tikaf
Bagi yang mengikuti sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan beri'tikaf selama 10 hari terakhir bulan Ramadhan, maka waktunya dimulai sebelum terbenam matahari malam ke-21 sebagaimana sabda Rasulullah Saw; ''Barangsiapa yang ingin I'tikaf dengan aku, hendaklah ia I'tikaf pada 10 hari terakhir''. Adapun waktu keluarnya atau berakhirnya, yaitu setelah terbenam matahari pada hari terakhir bulan Ramadhan. Akan tetapi beberapa kalangan ulama mengatakan yang lebih mustahab (disenangi) adalah menunggu sampai akan dilaksanakannya shalat ied.

Hal hal Yang Disunnahkan disaat I'tikaf

Disunnahkan bagi orang yang beri'tikaf untuk memperbanyak ibadah dan taqarrub kepada Allah SWT, seperti shalat sunnah, membaca Al-Qur'an, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, istighfar, shalawat kepada Nabi Saw, do'a dan sebagainya. Namun demikian yang menjadi prioritas utama adalah ibadah – ibadah mahdhah. Bahkan sebagian ulama seperti Imam Malik, meninggalkan segala aktivitas ilmiah lainnya dan berkosentrasi penuh pada ibadah – ibadah mahdhah. Dalam upaya memperkokoh keislaman dan ketaqwaan, diperlukan bimbingan dari
orang orang yang ahli, karenanya dalam memanfaatkan momentum I'tikaf bisa dibenarkan melakukan berbagai kajian keislaman yang mengarahkan para peserta I'tikaf untuk membersihkan diri dari segala dosa dan sifat tercela serta menjalani kehidupan sesudah I'tikaf secara lebih baik sebagaimana yang ditentukan Allah Swt dan RasulNya.

Hal-Hal Yang Diperbolehkan

Orang yang beri'tikaf bukan berarti hanya berdiam diri di masjid untuk
menjalankan peribadatan secara khusus, ada beberapa hal yang diperbolehkan.
1. Keluar dari tempat I'tikaf untuk mengantar istri, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap istrinya Shofiyah Radliallahu 'Anhu (HR. Bukhori Muslim).
2. Menyisir atau mencukur rambut, memotong kuku, membersihkan tubuh dari kotoran dan bau badan.
3. Keluar ke tempat yang memang amat diperlukan seperti untuk buang air besar dan kecil, makan, minum, (jika tidak ada yang mengantarkan), dan segala sesuatu yang tidak mungkin dilakukan di masjid. Tetapi ia harus segera kembali setelah menyelesaikan keperluannya.
4. Makan, minum dan tidur di masjid dengan senantiasa menjaga kesucian dan kebersihan masjid.



Hal-Hal Yang Membatalkan I'tikaf


1. Meninggalkan masjid dengan sengaja tanpa keperluan, meski sebentar,karena meninggalkan masjid berarti mengabaikan salah satu rukun I'tikaf, yaitu berdiam di masjid.
2. Murtad (keluardari agama Islam)
3. Hilang Akal, karena gila atau mabuk
4. Haidh
5. Nifas
6. Berjima', tetapi memegang tanpa nafsu (syahwat),tidak apa apa sebagaimana yang dilakukan Nabi dengan istri istrinya
7. Pergi Shalat Jum'at (bagi mereka yang memperbolehkan I'tikaf di musholla yang tidak dipakai shalat jum'at).

Demikian ketentuan tentang I'tikaf yang menjadi panduan praktis, semoga pada Ramadhan tahun ini, kita dapat menghidupkan kembali sunnah I'tikaf sebagai bekal kita meraih nilai taqwa yang maksimal.

Sumber: Panduan Ramadhan Al hikmah

Jumat, 12 September 2008

Hamba mencari istri yang sempurna


(lagi lagi tulisan bagus untuk ikhwan, nda ada salahnya dibaca oleh akhwat)


Hamba mencari istri sempurna. Lelah hati dan jiwa. Hamba mencari kemana-mana, alhasil hamba tak sanggup temukan belahan jiwa itu. Setiap hari hamba berdoa, namun belum juga terkabul. Mungkin inilah perjuangan. Lama-lama hamba mulai menikmati kehidupan ini. Walaupun jemu pernah hinggap dalam kamus kehidupan hamba, meraung-raung dalam sunyi.

Sungguh, di dunia yang maya ini, hamba mencoba menghindar dari gundukan dosa, namun laron-laron dosa itu sesekali berduyun mendekati hamba. Sekuat ruh hamba berlari-berlari menuju cahaya, dan konon, salah satu kendaraan untuk mendekatkan diri dengan cahaya itu adalah mendapatkan seorang istri. Ya, hamba mencari istri sempurna, agar hamba bisa menyempurnakan niat hamba, bercengkrama dengan cahaya sejati.

Hamba bergelut dengan hari-hari, mencari secercah cahaya untuk bisa hamba huni dari kegelapan yang semakin gandrung menyelimuti hati hamba lagi. Hamba akui di setiap arah jam yang bergulir ada terpendam berjuta rahasia yang tak bisa hamba singkap keberadaannya, tak mampu hamba kuliti satu persatu apa gerangan yang diinginkan Allah. Tadinya hamba berpikir bahwa hamba telah mampu meredam satu niatan hamba itu, mengubur riak-riak kehidupan yang hamba bangun dengan pondasi rapuh. Rupanya detak suara jarum jam semakin besar menghentak-hentak dan memekakan telinga hamba, lalu hamba kembali terpuruk, pikiran hamba terhuyung-huyung melangkahkan kaki tak tentu arah.

Suatu hari, hamba bertemu dengan mawar. Di taman itu ia hidup sendiri. Warnanya yang merah merekah membuat mata terkagum-kagum. Ingin rasanya hamba mempersuntingnya, memetik segala hasrat yang mulai basah kuyup dengan segala keinginan.

Sang mawar tak sadar bahwa ada yang mengamatinya. Ya Tuhan harum sekali. Ya, ketika pagi merambat, hamba merasakan keharuman yang luar biasa. Merambat ke seluruh ubun-ubun, keharuman yang menakjubkan. Hamba memberanikan diri untuk menyapanya.

"Selamat pagi, Mawar." Mawar tersenyum, senyum yang menyejukkan.

"Selamat pagi. Ada apakah gerangan, sehingga pagi-pagi begini anda bertamu ke taman yang sepi ini?"

"Hamba berniat mencari istri yang sempurna. Setiap hari tanpa sepengetahuan anda, hamba mengamati anda, lalu tumbuhlah sejumput rasa tertentu yang tak bisa terdefinisi. Anda telah menyampaikan keharuman itu lewat wewangian yang disampaikan angin. Hamba pikir andalah yang hamba cari, belahan jiwa yang sekian lama memikat hamba untuk hidup dalam kembara."

"Betulkah aku yang anda cari? Tak malukah anda menikah dengan bunga sederhana sepertiku? Apa yang membuat anda terkagum? Tak banyak yang bisa aku berikan untuk anda."

"Mawar, sudah lama hamba mencari istri yang sempurna. Mungkin inilah harapan terakhir. Melihat warnamu yang memerah, hamba terkesima. Jika anda mengizinkan, hamba ingin melamar anda. Mari kita arungi bahtera hidup ini."

"Kalau betul itu yang anda inginkan, baiklah. Tunggu barang satu minggu, setelah itu jenguklah aku kembali."

"Terimakasih mawar. Ternyata hamba tak salah pilih. Seminggu lagi hamba akan kesini."

Hamba lantas meninggalkannya sendiri di taman itu. Hamba pergi diiringi senyum yang dramatis. Hati hamba seketika terbang ke langit. Sebentar lagi penantian hamba berakhir, hamba akan mendapatkan istri yang sempurna.

Seminggu berlalu, hamba mendatangi taman itu. Langkah kaki bersijingkat dengan sempurna, cepat dan gemulai. Ketika hamba tiba di tempat itu, tiba-tiba hati hamba melepuh, berterbanganlah harapan yang sempat mewarnai relung hati yang basah dengan tinta penantian. Mawar yang akan hamba persunting, yang akan hamba petik ternyata tak lagi berada di tangkainya. Ia telah luruh ke tanah merah, beserakan tak karuan, tak jelas lagi juntrungannya. Hamba tak habis mengerti, mengapa semua ini harus terjadi? Warna yang tadinya memerah, kini berubah kecoklat-coklatan, menjadi keriput, tak sesegar seperti minggu kemarin. Hamba menghampirinya, duduk termenung seperti seorang bocah yang merengek meminta mainan yang telah rusak. Dengan terbata-bata hamba berusaha menyusun kata-kata, menuai kalimat-kalimat. Namun mulut hamba teramat kelu, tak bisa lagi dengan sporadis menelurkan deretan huruf.

"Selamat pagi. Masihkah ada keinginan untuk menikah dengan ketidaksempurnaanku? Inilah aku, sang mawar yang sempat membuatmu terkagum. Mengapa wajah anda tercengang dan seolah tak memahami hakikat hidup?"

"Mengapa anda menjadi seperti ini? Apakah gerangan yang salah?"

"Tak ada yang patut disalahkan. Ini adalah siklus kehidupan. Hamba hanya bisa bertabah menghadapi takdir yang membelenggu. Ini jalan yang harus hamba jalani."

"Tapi hamba mencari istri yang sempurna, Mawar."

"Jika demikian, aku bukanlah belahan jiwamu."

Hamba beranjak dari tempat itu. Kekecewaan menghantui setiap langkah yang hamba bangun. Air mata menderas. Mawar yang sempat mencengkram jiwa, kini hanya onggokan ketakutan yang tak pernah hamba mimpikan sebelumnya.

***

Kini hamba berjalan lagi menyusuri waktu, mencari istri yang sempurna. Di tengah perjalanan, hamba melihat merpati yang terbang, menari di udara. Sayap-sayapnya ia sombongkan ke seluruh penjuru alam. Sungguh cantik ia, membuat cemburu para petualang. Lagi-lagi terbersit sebuah keinginan. Keinginan klasik: Inilah istri yang sempurna, semoga hamba bisa mendapatkannya. Merpati itu hinggap di ranting pohonan. Hamba memberanikan diri untuk memulai percakapan.

"Wahai merpati, tadi hamba melihatmu bercengkrama dengan angin. Bulu putihmu yang kudus, menjadikan harapan dalam batin kembali tumbuh."

"Apa yang hendak anda inginkan?"

"Hamba mencari istri yang sempurna. Andalah yang hamba cari."

"Betulkah aku yang anda cari?"

"Ya tentu. Hamba ingin anda terbang bersama hamba, membangun sebuah keindahan, mengarungi bahtera kehidupan."

"Jika demikian, silahkan tangkap aku. Apabila anda berhasil menangkap diriku, aku berani menjadi belahan jiwa anda. Aku akan belajar menjadi apa yang anda inginkan."

"Tapi bagaimana mungkin hamba bisa menangkap anda? Anda mempunyai dua sayap yang indah dan memesona, sedangkan hamba hanya manusia yang bisa menerbangkan imajinasi saja, selebihnya hamba adalah pemimpi yang takut dengan kehidupan."

"Segala sesuatu mungkin saja terjadi, asalkan ada maksud yang jelas dan lurus. Lebih baik anda pikirkan kembali niatan anda itu. Betulkah aku pasangan yang anda cari? Maaf, hamba aku bercengkrama dulu dengan angin, sampai jumpa."

Hamba tak bisa berkata banyak, merpati telah terbang bersama angin. Angin, oh...rupanya kekasih sejati merpati adalah angin. Hamba tak mau merusak takdir mereka. Bagaimana kata dunia kalau hamba dengan paksa menikahi sang merpati? Dunia akan mencemooh hamba sebagai manusia paling bodoh yang pernah dilahirkan. Tapi kemanakah lagi hamba harus mencari pasangan jiwa?

***

Itulah kabar hamba dulu. Meniti berbagai penderitaan untuk menyempurnakan segala beban yang melingkar di dasar palung jiwa hamba. Itulah gelagat hamba dulu, seperti seorang pecinta yang berkelana tak jelas arah dan tujuan, menghujani kulit lepuh para bidadari, menjadikan mereka gundah, berenang di atas lautan hampa. Begitu juga hamba. Ya, kabar hamba dulu! Memekik cinta yang bergemuruh, membadai, bercengkrama, meraja, bersengketa, meracau seperti burung kondor yang rindu bangkai-bangkai kematian. Dulu hamba tersesat dalam labirin sunyi tanpa nama. Hamba nyaris seperti mayat yang bergentayangan di siang hari, diperbudak angan-angan, bertubi-tubi mulut hamba memukul angin.

Sampai suatu malam, ketika keheningan mengambang di udara, berderinglah sebuah telepon selular yang teronggok di atas sajadah harapan. Kala itu hamba tidur lelap, mencipta mimpi yang samar. Hamba dibangunkan oleh gemuruh suara ring tone. Anehnya, suara selular itu tidak lagi menggelayutkan melodi seperti biasanya. Suaranya aneh tapi nikmat dan menyejukkan. Kalau tidak salah seperti ini: Allahuakbar....Allahuakbar...Allahuakbar... Kontan saja hamba terhenyak dan sempat kaget. Hamba mencoba memicingkan mata yang berat seperti terbebani satu ton serbuk besi. Di dinding kamar hamba melihat detak jam yang mengarah pada nomor tiga. Masih sepertiga malam. Siapa gerangan yang berani mengusik persemayaman indah ini? Lalu hamba mulai merunut kata-kata.

"Halo, siapa anda? Mengapa membangunkan hamba? Biarkan hamba beristirah barang sejenak." Hening, tak ada jawaban. Hamba pikir, ini pasti gelagat orang jahil yang mencoba berimprovisasi. Tapi ketika hamba mau menutup telepon selular, hamba mendengar suara yang menggelegar. Bukan, suara ini bukan dari telepon selular, tapi dari segala penjuru mata angin. Keringat mulai menghujan, ketakutan bersalaman di batin, air mata tak bisa hamba bendung, dan rasa rindu mencengkram hamba dari belakang, rindu yang tak terdefinisi. Mungkinkah doa-doa hamba yang terdahulu akan terkabul? Siapakah gerangan yang bicara? Setelah bermilyar doa berjejalan di udara, hamba harap seuumpt cahaya itu yang bicara Ya, semoga bukan kepalsuan yang bicara. Suara itu makin keras terdengar. Suara itu berkata seperti ini.

"Betulkah kau mencari istri yang sempurna?" Dengan terbata-bata hamba bilang,

"Ya...ya..hamba mencari istri yang sempurna. Mampukah anda mengabulkan keinginan hamba yang belum terwujud ini?" Suara itu kembali berujar.

"Berbaringlah, lalu tutuplah matamu. Bukalah ketika suaraku tak terdengar lagi." Hamba ikuti keinginannya. Hamba tutup mata hamba, dan berbaringlah. Riangnya hati hamba, sebentar lagi hamba akan berjumpa dengan istri sempurna. Jodoh hamba akan hadir. Ah, suara itu hening. Hamba mulai memicingkan mata. Hamba lihat di sekeliling. Mengapa yang terlihat hanya gumpalan-gumpalan tanah yang kecoklatan? Mengapa begitu sejuk? Kemudian hamba melihat pakaian hamba. Putih! Semua serba putih. Bukankah ini kain kafan? Alam barzah, pikir hamba. Lalu hamba melihat sesosok tubuh datang menghampiri, begitu bercahaya, cantik rupawan.

"Siapa anda?"

"Hamba adalah amalan anda. Hamba tercipta dari anda, istri sempurna yang anda ciptakan sendiri. Menikahlah dengan hamba, sambil menunggu semua manusia kembali ke alam sunyi ini."

Senin, 08 September 2008

Kategori Cemburu



Al-Ghirah (rasa cemburu) merupakan fitrah dasar pada diri wanita yang mengalir di dalam dirinya dan berjalan di aliran darahnya. Maka wanita muslimah harus menjaga fitrah ini agar tidak terlumuri gangguan dan bisikan-bisikan setan. Dia harus mengekangnya dengan tali iman dan membelenggunya dengan ikatan takwa, agar rasa cemburu itu justru memberikan hasil yang baik, sehingga dia bisa memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat nanti.

Namun, jika seorang wanita memberi angin dan membuka peluang bagi rasa cemburu, maka dia akan dihadapkan pada resiko yang tidak enteng, setan akan menyeretnya kepada kedurhakaan kepada Allah dan mengundang kemarahan-kemarahan-Nya. Selanjutnya dia lebih suka berdusta, berbuat zhalim, melanggar kehormatan dan menyebarkan berbagai fitnah.

Kalau sudah begitu rumah tangganya tentu akan diselimuti kabut penderitaan, hatinya digayuti berbagai ilusi dan praduga-praduga yang berkepanjangan.

Cemburu tidak akan muncul kecuali ada rasa cinta. Selagi cinta ini kuat maka tingkat kecemburuan wanita kepada suaminya juga semakin kuat.

Berdasarkan ketentuan syariat, cemburu itu bisa di bagi menjadi dua macam yaitu :

Cemburu yang Terpuji

Cemburu ini adalah contoh cemburu yang sesuai dengan kitab Allah dan sunnah rasul-Nya. Diantara contoh-contoh yang terpuji adalah :

  • Cemburu terhadap hal-hal yang diharamkan Allah SWT
  • Cemburu terhadap kehormatan. Orang mukmin harus cemburu terhadap anggota keluarganya jika ada salah seorang diantara mereka yang mengotori kemuliaan atau kehormatan diri.

Rassulullah saw bersabda, “Tiga orang yang tidak akan masuk surga yaitu : orang yang durhaka terhadap kedua orang tuanya, duyuts (orang yang tidak cemburu terhadap kehormatan) dan wanita yang berperilaku kelaki-lakian” (HR. A-Bazzar)

  • Cemburu terhadap waktu. Waktu merupakan sesuatu yang paling berharga bagi ahli ibadah. Dia tentu akan cemburu jika kehilangan waktu. Sebab sekali saja kehilangan waktu, dia tidak akan dapat kembali lagi.

Cemburu yang Tercela

Cemburu yang tercela adalah cemburu yang pada kondisi-kondisi kejiwaan yang hina dan yang tidak dikekang oleh ketentuan-ketentuan syariat. Maka tidak heran jika pelakunya terseret kepada kebinasaan. Diantara contoh-contoh cemburu yang tercela adalah :

  • Rasa cemburu suami yang berlebih-lebihan terhadap istrinya, sehingga menimbulkan buruk sangka yang tidak bisa ditawar-tawar dan seakan-akan tidak ada keraguan lagi
  • Cemburu istri yang berlebih-lebihan terhadap suaminya, sehingga menyeretnya kepada perbuatan dosa dan maksiat, seperti ghibah, adu domba, dengki, iri dan dosa-dosa lainnya.

Adapun penyulut cemburu yang tercela adalah

  • Iman yang tipis dan melalaikan mengingat Allah
  • Setan
  • Penyakit hati, seperti dengki, hasad dan iri hati
  • Suami tidak berbuat adil diantara istri-istrinya atau tidak memenuhi hak-haknya dan lebih mementingkan yang lain
  • Merasa adanya kekurangan tanpa mau memperbaiki diri
  • Suami menyebutkan kebaikan wanita lain di hadapan istrinya

Sedangkan cara penyembuhannya adalah :

  • Bertakwa kepada Allah
  • Mengingat-ingat pahala yang besar jika bersabar
  • Menjauhi tempat-tempat yang biasa digunakan untuk pamer dan riya’
  • Berbaik sangka
  • Mengingat-ingat mati dan hari akhirat
  • Berdoa

Ayo kelola cemburu kita, sehingga Alloh menyukai nya.....

Cemburu...??



Cemburu merupakan tabiat wanita. Ini juga dialami para istri Rasulullah dan shahabiyyah yang lain. Namun tentu saja, kecemburuan ini tidak serta merta membutakan hati mereka. Bagaimana dengan kita?

Cemburu tak hanya milik lelaki, tapi juga milik kaum wanita. Bahkan, wanitalah yang dominan memiliki sifat yang satu ini karena merupakan tabiatnya. Dan perasaan cemburu ini paling banyak muncul pada pasangan suami istri (Fathul Bari, 9/384).
Oleh karena itu, semestinya hal ini menjadi perhatian seorang suami. Sehingga ia tidak serampangan dalam meluruskan ‘kebengkokan’ sang istri dan dapat memaklumi tabiat wanita ini selama dalam batasan yang wajar. Apalagi pada hakikatnya, kecemburuan istri terhadap suaminya bukan merupakan hal yang tercela. Bahkan menjadi tanda adanya rasa cinta di hatinya. Tentunya selama tidak melampaui batasan syariat.
Menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, asal dari sifat cemburu bukanlah hasil usaha si wanita, namun wanita memang diciptakan dengan sifat tersebut. Namun, bila cemburu itu melampaui batas dari kadar yang semestinya, maka menjadi tercela. Bila seorang wanita cemburu terhadap suaminya karena sang suami melakukan perbuatan yang diharamkan seperti berzina atau mengurangi haknya atau berbuat dzalim dengan mengutamakan madunya (yaitu istri yang lain, bila si suami memiliki lebih dari satu istri), kata Al-Hafidz, cemburu semacam ini disyariatkan (dibolehkan).
Dengan syarat, hal ini pasti dan ada bukti (tidak sekedar tuduhan dan kecurigaan). Bila cemburu itu hanya didasari sangkaan, tanpa bukti, maka tidak diperkenankan. Adapun bila si suami seorang yang adil dan telah menunaikan hak masing-masing istrinya, tapi masih tersulut juga kecemburuan maka ada udzur bagi para istri tersebut (yakni dibolehkan) bila cemburunya sebatas tabiat wanita yang tidak ada seorang pun dari mereka dapat selamat darinya. Tentu dengan catatan, ia tidak melampaui batas dengan melakukan hal-hal yang diharamkan baik berupa ucapan ataupun perbuatan. (Fathul Bari, 9/393)

Cemburu Melebihi Batas
Ada kalanya kecemburuan seorang istri terhadap suaminya sangat berlebihan. Di benaknya seolah hanya ada sifat curiga. Bahkan tak jarang ia melemparkan prasangka buruk kepada suaminya dan tidak bisa menerima kenyataan bila suaminya memiliki istri yang lain.
Yang ironis adalah bila ada istri yang mengalami hal ini kemudian tidak dapat menahan diri dari perkara yang Allah haramkan, seperti lari ke “orang pintar.” Dengan bantuan tukang tenung atau tukang sihir, ia berharap suaminya membenci madunya dan hanya mencintai dirinya. Padahal perbuatan sihir merupakan perbuatan kekufuran yang diharamkan, sebagaimana Allah nyatakan dalam firman-Nya:

“Dan mereka (orang-orang Yahudi) mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Nabi Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidaklah kafir2 akan tetapi setan-setan itulah yang kafir. Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedangkan keduanya tidaklah mengajarkan sesuatu kepada seorang pun sebelum keduanya mengatakan: ‘Sesungguhnya kami hanyalah cobaan bagimu, karena itu janganlah engkau berbuat kekafiran.’ Maka mereka mempelajari sihir dari keduanya yang dengannya mereka dapat memisahkan antara suami dengan istrinya. Tidaklah mereka dapat memberi mudharat kepada seorang pun dengan sihir tersebut kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepada mereka dan tidak memberi manfaat. Sungguh mereka telah mengetahui bahwa barangsiapa yang menjual agamanya (menukarnya) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat. Betapa jelek perbuatan mereka menjual diri mereka dengan sihir itu seandainya mereka mengetahui.” (Al-Baqarah: 102)
Nabi juga bersabda:

“Jauhilah oleh kalian tujuh perkara yang membinasakan. Para shahabat bertanya: ‘Apa tujuh perkara itu, wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: ‘(di antaranya) Syirik kepada Allah, sihir’…” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 2766 dan Muslim no. 89)
Saking cemburunya, sebagian wanita bahkan ada yang sampai berangan-angan tidak dibolehkannya poligami dalam syariat ini3. Bahkan ada yang membenci syariat karena menetapkan adanya poligami. Sebagian yang lain mengharapkan kematian suaminya bila sampai menikah lagi. Yang lain tidak berangan demikian, tapi lisannya digunakan untuk mencaci maki madunya, meng-ghibah4, dan menjatuhkan kehormatannya. (Nashihati lin Nisa, Ummu Abdillah Al-Wadi‘iyyah, hal. 158-159)
Karena sifat cemburu ini pula, mayoritas wanita merasa mendapatkan musibah yang sangat besar kala suaminya menikah lagi. Semestinya bagi seorang mukminah, apapun kenyataan yang dihadapi, semuanya itu disadari sebagai ketentuan takdir Allah. Semua musibah dan kepahitan yang didapatkan di dunia itu sangat kecil dibanding keselamatan agama yang diperolehnya.

Salahkah Bila Aku Cemburu?
Mungkin sering muncul pertanyaan demikian di kalangan para wanita. Maka jawabnya dapat kita dapati dari kisah-kisah istri Nabi. Mereka pun ternyata memiliki rasa cemburu padahal mereka dipuji oleh Allah dalam firman-Nya:
“Wahai istri-istri Nabi, kalian tidak sama dengan seorang wanita pun (yang selain kalian) jika kalian bertakwa…” (Al-Ahzab: 32)
tidak sama
rAl-Imam Al-Qurthubi menyatakan bahwa istri-istri Nabi dengan wanita lain dalam hal keutamaan dan kemuliaan, namun dengan syarat adanya takwa pada diri mereka. (Al-Jami` li Ahkamil Qur’an, 14/115)
Nabi sendiri sebagai seorang suami memaklumi rasa cemburu mereka, tidak menghukum mereka selama cemburu itu dalam batas kewajaran.
‘Aisyah bertutur tentang cemburunya:
“Aku tidak pernah cemburu kepada seorang pun dari istri Rasulullah seperti cemburuku kepada Khadijah karena Rasulullah banyak menyebutnya dan menyanjungnya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5229 dan Muslim no. 2435)
‘Aisyah pernah berkata kepada Nabi mengungkapkan rasa cemburunya kepada Khadijah:
“Seakan-akan di dunia ini tidak ada wanita kecuali Khadijah? Nabi menjawab: ‘Khadijah itu begini dan begitu5, dan aku mendapatkan anak darinya.’” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 3818)
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: “Sebab cemburunya ‘Aisyah karena Rasulullah banyak menyebut Khadijah meski Khadijah telah tiada dan ‘Aisyah aman dari tersaingi oleh Khadijah. Namun karena Rasulullah sering menyebutnya, ‘Aisyah memahami betapa berartinya Khadijah bagi beliau. Karena itulah bergejolak kemarahan ‘Aisyah mengobarkan rasa cemburunya hingga mengantarkannya untuk mengatakan kepada suaminya: “Allah telah menggantikan untukmu wanita yang lebih baik darinya.” Namun Rasulullah berkata: “Allah tidak pernah menggantikan untukku wanita yang lebih baik darinya.” Bersamaan dengan itu, kita tidak mendapatkan adanya berita yang menunjukkan kemarahan Rasulullah kepada ‘Aisyah, karena ‘Aisyah mengucapkan hal tersebut didorong rasa cemburunya yang merupakan tabiat wanita.” (Fathul Bari, 9/395)
Pernah ketika Nabi berada di rumah seorang istrinya, salah seorang ummahatul mukminin (istri beliau yang lain) mengirimkan sepiring makanan untuk beliau. Melihat hal itu, istri yang Nabi sedang berdiam di rumahnya segera memukul tangan pelayan yang membawa makanan tersebut hingga jatuhlah piring itu dan pecah. Nabi pun mengumpulkan pecahan piring tersebut kemudian mengumpulkan makanan yang berserakan lalu beliau letakkan di atas piring yang pecah seraya berkata: “Ibu kalian sedang cemburu.” Beliau lalu menahan pelayan tersebut hingga diberikan kepadanya ganti berupa piring yang masih utuh milik istri yang memecahkannya, sementara piring yang pecah disimpan di tempatnya. (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5225)
Hadits ini menunjukkan wanita yang sedang cemburu tidaklah diberi hukuman atas perbuatan yang dia lakukan tatkala api cemburu berkobar. Karena dalam keadaan demikian, akalnya tertutup disebabkan kemarahan yang sangat. (Fathul Bari, 9/391, Syarah Shahih Muslim, 15/202 )
Namun, bila cemburu itu mengantarkan kepada perbuatan yang diharamkan seperti mengghibah, maka Rasulullah tidak membiarkannya. Suatu saat ‘Aisyah berkata kepada beliau: “Wahai Rasulullah, cukup bagimu Shafiyyah, dia itu begini dan begitu.” Salah seorang rawi hadits ini mengatakan bahwa yang dimaksud ‘Aisyah adalah berkata
rShafiyyah itu pendek. Mendengar hal tersebut, Rasulullah kepada ‘Aisyah:
“Sungguh engkau telah mengucapkan satu kata, yang seandainya dicampur dengan air lautan niscaya akan dapat mencampurinya.” (HR. Abu Dawud no. 4232. Isnad hadits ini shahih dan rijalnya tsiqah, sebagaimana disebutkan dalam Bahjatun Nazhirin, 3/25)

Juga kisah lainnya, ketika sampai berita kepada Shafiyyah bahwa Hafshah mencelanya dengan mengatakan: “Putri Yahudi”, Shafiyyah menangis. Bersamaan dengan itu masuk menemuinya dan mendapatinya sedang menangis. Maka beliaurNabi pun bertanya: “Apa yang membuatmu menangis?” Shafiyyah menjawab: berkatar“Hafshah mencelaku dengan mengatakan aku putri Yahudi.” Nabi menghiburnya: “Sesungguhnya engkau adalah putri seorang nabi dan pamanmu adalah seorang nabi dan engkau adalah istri seorang nabi, lalu bagaimana dia membanggakan dirinya terhadapmu?” Kemudian beliau menasehati Hafshah: “Bertakwalah kepada Allah, wahai Hafshah”. (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa, hal. 43 dan selainnya)